Rabu, 04 Juni 2008

andri

Hadis riwayat Ali ra., ia berkata:
Kami sedang mengiringi sebuah jenazah di Baqi Gharqad (sebuah tempat pemakaman di Madinah), lalu datanglah Rasulullah saw. menghampiri kami. Beliau segera duduk dan kami pun ikut duduk di sekeliling beliau yang ketika itu memegang sebatang tongkat kecil. Beliau menundukkan kepalanya dan mulailah membuat goresan-goresan kecil di tanah dengan tongkatnya itu kemudian beliau bersabda: Tidak ada seorang pun dari kamu sekalian atau tidak ada satu jiwa pun yang hidup kecuali telah Allah tentukan kedudukannya di dalam surga ataukah di dalam neraka serta apakah ia sebagai seorang yang sengsara ataukah sebagai seorang yang bahagia. Lalu seorang lelaki tiba-tiba bertanya: Wahai Rasulullah! Kalau begitu apakah tidak sebaiknya kita berserah diri kepada takdir kita dan meninggalkan amal-usaha? Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang telah ditentukan sebagai orang yang berbahagia, maka dia akan mengarah kepada perbuatan orang-orang yang berbahagia. Dan barang siapa yang telah ditentukan sebagai orang yang sengsara, maka dia akan mengarah kepada perbuatan orang-orang yang sengsara. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: Beramallah! Karena setiap orang akan dipermudah! Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai orang berbahagia, maka mereka akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang bahagia. Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai orang sengsara, maka mereka juga akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang sengsara. Kemudian beliau membacakan ayat berikut ini: Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar


Hadis riwayat Barra' bin Azib ra.:
Dari Nabi saw., beliau membacakan firman Allah: Allah meneguhkan iman orang-orang mukmin dengan ucapan yang teguh. Kemudian beliau bersabda: Ayat ini turun mengenai siksa kubur. Ditanyakan kepada orang mukmin: Siapakah Tuhanmu? Ia menjawab: Tuhanku Allah dan nabiku Muhammad saw. Itulah yang dimaksudkan dengan firman Allah: Allah meneguhkan iman orang-orang mukmin dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan dunia dan akhirat


Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. pernah menebang dan membakar pohon milik Bani Nadhir yang berada di Buwairah. Di dalam hadisnya Qutaibah dan Ibnu Rumeh menambahkan: Kemudian Allah Taala menurunkan ayat: Apa saja yang kamu tebang dari pohon milik orang-orang kafir atau yang biarkan tumbuh berdiri di atas pokoknya, maka semua itu adalah dengan izin Allah, karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik


Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata:
Allah mengutuk wanita-wanita pembuat tato dan wanita-wanita yang minta dibuatkan tato, wanita-wanita yang mencukur rambut wajah dan wanita-wanita yang minta dihilangkan rambut wajahnya serta wanita-wanita yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan Allah. Perkataan Abdullah bin Masud itu sampai kepada seorang wanita dari Bani Asad bernama Ummu Yaqub yang sedang membaca Alquran. Lalu ia datang kepada Abdullah bin Masud dan berkata: Apakah benar berita yang sampai kepadaku, bahwa engkau mengutuk wanita-wanita pembuat tato, wanita-wanita yang minta dibuatkan tato, wanita-wanita yang minta dihilangkan rambut wajahnya dan wanita-wanita yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang mengubah ciptaan Allah. Abdullah berkata: Bagaimana aku tidak mengutuk wanita-wanita yang telah dikutuk oleh Rasulullah saw? Sedangkan itu disebutkan dalam Kitab Allah. Wanita itu membantah: Aku sudah membaca semua isi Alquran, tetapi aku tidak mendapatkannya. Maka Abdullah bin Masud berkata: Jika engkau benar-benar membacanya, pasti engkau telah menemukannya. Allah Taala berfirman: Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka ambilah dan apa yang ia larang atas kalian, maka tinggalkanlah. Wanita itu berkata: Aku melihat sesuatu (kejanggalan) pada istrimu dari yang engkau bicarakan ini. Abdullah bin Masud berkata: Pergilah dan lihat! Wanita itupun menemui istri Abdullah bin Masud. Ia tidak melihat suatu kejanggalan. Kemudian ia kembali kepadanya dan berkata: Aku tidak melihat suatu kejanggalan. Abdullah bin Masud berkata: Jika seandainya demikian (pada istriku terdapat sesuatu dari yang kubicarakan), tentu aku tidak akan menyetubuhinya


Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.:
Tentang firman Allah: Janganlah engkau gerakkan lidahmu tergesa-gesa untuk membaca Alquran. Ia berkata: Dulu ketika malaikat Jibril turun menyampaikan wahyu, Nabi saw. sering menggerakkan lidah dan bibir beliau (untuk mengulang-ulang agar tidak lupa). Hal itu membuat beliau merasa berat. Keadaan beliau seperti itu dapat dilihat. Lalu Allah berfirman: Janganlah engkau gerakkan lidahmu terburu-buru untuk membacanya dan ingin cepat "menguasainya". Sesungguhnya atas tanggungan Kami mengumpulkan di dadamu dan membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya, ikutilah bacaan itu. Kami menurunkannya, maka dengarkanlah baik-baik. Firman-Nya: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya "Kami menjelaskannya melalui lidahmu". Ketika malaikat Jibril mendatangi beliau (untuk memberi wahyu), maka beliau diam mendengarkan. Setelah Jibril pergi, beliau membacanya, sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah pada beliau


Hadis riwayat Zaid bin Arqam ra., ia berkata:
Kami pernah keluar bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan di mana orang-orang banyak yang tertimpa musibah. Lalu Abdullah bin Ubay berkata kepada para pengikutnya: Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang Muhajirin yang ada di sisi Rasulullah saw. supaya mereka bubar meninggalkan Rasulullah saw. dari sekitarnya Zuhair berkata: Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya. Kata Zaid bin Arqam selanjutnya: Lalu aku datang melaporkan kepada Nabi saw. tentang ucapan Abdullah bin Ubay itu. Rasulullah saw. memanggil Abdullah bin Ubay untuk menanyakan hal itu. Tetapi, Abdullah bersumpah tidak pernah berkata demikian. Dia berkata: Zaid berbohong kepada Rasulullah saw. Aku merasa sangat susah mendengar perkataan itu, sampai Allah menurunkan ayat yang menyatakan kebenaranku: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu. Kemudian Nabi saw. memanggil mereka (Abdullah bin Ubay dan para pengikutnya) untuk dimintakan ampun, tetapi mereka membuang muka (menolak dan berpaling), Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandarkan. Mereka sebenarnya adalah orang-orang yang bertubuh bagus


Hadis riwayat Aisyah ra., istri Nabi saw. ia berkata:
Apabila Rasulullah saw. hendak keluar dalam suatu perjalanan selalu mengadakan undian di antara para istri beliau dan siapa di antara mereka yang keluar undiannya, maka Rasulullah saw. akan berangkat bersamanya. Aisyah berkata: Lalu Rasulullah saw. mengundi di antara kami untuk menentukan siapa yang akan ikut dalam perang dan ternyata keluarlah undianku sehingga aku pun berangkat bersama Rasulullah saw. Peristiwa itu terjadi setelah diturunkan ayat hijab (Al-Ahzab ayat 53) di mana aku dibawa dalam sekedup dan ditempatkan di sana selama perjalanan kami. Pada suatu malam ketika Rasulullah saw. selesai berperang lalu pulang dan kami telah mendekati Madinah, beliau memberikan aba-aba untuk berangkat. Aku pun segera bangkit setelah mendengar mereka mengumumkan keberangkatan lalu berjalan sampai jauh meninggalkan pasukan tentara. Seusai melaksanakan hajat, aku hendak langsung menghampiri unta tungganganku namun saat meraba dada, ternyata kalungku yang terbuat dari mutiara Zifar putus. Aku pun kembali untuk mencari kalungku sehingga tertahan karena pencarian itu. Sementara orang-orang yang bertugas membawaku mereka telah mengangkat sekedup itu dan meletakkannya ke atas punggung untaku yang biasa aku tunggangi karena mereka mengira aku telah berada di dalamnya. Ia menambahkan: Kaum wanita pada waktu itu memang bertubuh ringan dan langsing tidak banyak ditutupi daging karena mereka hanya mengkomsumsi makanan dalam jumlah sedikit sehingga orang-orang itu tidak merasakan beratnya sekedup ketika mereka mengangkatnya ke atas unta. Apalagi ketika itu aku anak perempuan yang masih belia. Mereka pun segera menggerakkan unta itu dan berangkat. Aku baru menemukan kalung itu setelah pasukan tentara berlalu. Kemudian aku mendatangi tempat perhentian mereka, namun tak ada seorang pun di sana. Lalu aku menuju ke tempat yang semula dengan harapan mereka akan merasa kehilangan dan kembali menjemputku. Ketika aku sedang duduk di tempatku rasa kantuk mengalahkanku sehingga aku pun tertidur. Ternyata ada Shafwan bin Muaththal As-Sulami Az-Dzakwani yang tertinggal di belakang pasukan sehingga baru dapat berangkat pada malam hari dan keesokan paginya ia sampai di tempatku. Dia melihat bayangan hitam seperti seorang yang sedang tidur lalu ia mendatangi dan langsung mengenali ketika melihatku karena ia pernah melihatku sebelum diwajibkan hijab. Aku terbangun oleh ucapannya, "inna lillaahi wa inna ilaihi raji`uun" pada saat dia mengenaliku. Aku segera menutupi wajahku dengan kerudung dan demi Allah, dia sama sekali tidak mengajakku bicara sepatah kata pun dan aku pun tidak mendengar satu kata pun darinya selain ucapan "inna lillahi wa inna ilaihi raji`uun". Kemudian ia menderumkan untanya dan memijak kakinya, sehingga aku dapat menaikinya. Dan ia pun berangkat sambil menuntun unta yang aku tunggangi hingga kami dapat menyusul pasukan yang sedang berteduh di tengah hari yang sangat panas. Maka celakalah orang-orang yang telah menuduhku di mana yang paling besar berperan ialah Abdullah bin Ubay bin Salul. Sampai kami tiba di Madinah dan aku pun segera menderita sakit setiba di sana selama sebulan. Sementara orang-orang ramai membicarakan tuduhan para pembuat berita bohong padahal aku sendiri tidak mengetahui sedikit pun tentang hal itu. Yang membuatku gelisah selama sakit adalah bahwa aku tidak lagi merasakan kelembutan Rasulullah saw. yang biasanya kurasakan ketika aku sakit. Rasulullah saw. hanya masuk menemuiku, mengucapkan salam, kemudian bertanya: Bagaimana keadaanmu? Hal itu membuatku gelisah, tetapi aku tidak merasakan adanya keburukan, sampai ketika aku keluar setelah sembuh bersama Ummu Misthah ke tempat pembuangan air besar di mana kami hanya keluar ke sana pada malam hari sebelum kami membangun tempat membuang kotoran (WC) di dekat rumah-rumah kami. Kebiasaan kami sama seperti orang-orang Arab dahulu dalam buang air. Kami merasa terganggu dengan tempat-tempat itu bila berada di dekat rumah kami. Aku pun berangkat dengan Ummu Misthah, seorang anak perempuan Abu Ruhum bin Muthalib bin Abdi Manaf dan ibunya adalah putri Shakher bin Amir, bibi Abu Bakar Sidik. Putranya bernama Misthah bin Utsatsah bin Abbad bin Muththalib. Aku dan putri Abu Ruhum langsung menuju ke arah rumahku sesudah selesai buang air. Tiba-tiba Ummu Misthah terpeleset dalam pakaian yang menutupi tubuhnya sehingga terucaplah dari mulutnya kalimat: Celakalah Misthah! Aku berkata kepadanya: Alangkah buruknya apa yang kau ucapkan! Apakah engkau memaki orang yang telah ikut serta dalam perang Badar? Ummu Misthah berkata: Wahai junjunganku, tidakkah engkau mendengar apa yang dia katakan? Aku menjawab: Memangnya apa yang dia katakan? Ummu Misthah lalu menceritakan kepadaku tuduhan para pembuat cerita bohong sehingga penyakitku semakin bertambah parah. Ketika aku kembali ke rumah, Rasulullah saw. masuk menemuiku, beliau mengucapkan salam kemudian bertanya: Bagaimana keadaanmu? Aku berkata: Apakah engkau mengizinkan aku mendatangi kedua orang tuaku? Pada saat itu aku ingin meyakinkan kabar itu dari kedua orang tuaku. Begitu Rasulullah saw. memberiku izin, aku pun segera pergi ke rumah orang tuaku. Sesampai di sana, aku bertanya kepada ibu: Wahai ibuku, apakah yang dikatakan oleh orang-orang mengenai diriku? Ibu menjawab: Wahai anakku, tenanglah! Demi Allah, jarang sekali ada wanita cantik yang sangat dicintai suaminya dan mempunyai beberapa madu, kecuali pasti banyak berita kotor dilontarkan kepadanya. Aku berkata: Maha suci Allah! Apakah setega itu orang-orang membicarakanku? Aku menangis malam itu sampai pagi air mataku tidak berhenti mengalir dan aku tidak dapat tidur dengan nyenyak. Pada pagi harinya, aku masih saja menangis. Beberapa waktu kemudian Rasulullah saw. memanggil Ali bin Abu Thalib dan Usamah bin Zaid untuk membicarakan perceraian dengan istrinya ketika wahyu tidak kunjung turun. Usamah bin Zaid memberikan pertimbangan kepada Rasulullah saw. sesuai dengan yang ia ketahui tentang kebersihan istrinya (dari tuduhan) dan berdasarkan kecintaan dalam dirinya yang ia ketahui terhadap keluarga Nabi saw. Ia berkata: Ya Rasulullah, mereka adalah keluargamu dan kami tidak mengetahui dari mereka kecuali kebaikan. Sedangkan Ali bin Abu Thalib berkata: Semoga Allah tidak menyesakkan hatimu karena perkara ini, banyak wanita selain dia (Aisyah). Jika engkau bertanya kepada budak perempuan itu (pembantu rumah tangga Aisyah) tentu dia akan memberimu keterangan yang benar. Lalu Rasulullah saw. memanggil Barirah (jariyah yang dimaksud) dan bertanya: Hai Barirah! Apakah engkau pernah melihat sesuatu yang membuatmu ragu tentang Aisyah? Barirah menjawab: Demi Zat yang telah mengutusmu membawa kebenaran! Tidak ada perkara buruk yang aku lihat dari dirinya kecuali bahwa Aisyah adalah seorang perempuan yang masih muda belia, yang biasa tidur di samping adonan roti keluarga lalu datanglah hewan-hewan ternak memakani adonan itu. Kemudian Rasulullah saw. berdiri di atas mimbar meminta bukti dari Abdullah bin Ubay bin Salul. Di atas mimbar itu, Rasulullah saw. bersabda: Wahai kaum muslimin, siapakah yang mau menolongku dari seorang yang telah sampai hati melukai hati keluarga? Demi Allah! Yang kuketahui pada keluargaku hanyalah kebaikan. Orang-orang juga telah menyebut-nyebut seorang lelaki yang kuketahui baik. Dia tidak pernah masuk menemui keluargaku (istriku) kecuali bersamaku. Maka berdirilah Saad bin Muaz Al-Anshari seraya berkata: Aku yang akan menolongmu dari orang itu, wahai Rasulullah. Jika dia dari golongan Aus, aku akan memenggal lehernya dan kalau dia termasuk saudara kami dari golongan Khazraj, maka engkau dapat memerintahkanku dan aku akan melaksanakan perintahmu. Mendengar itu, berdirilah Saad bin Ubadah. Dia adalah pemimpin golongan Khazraj dan seorang lelaki yang baik tetapi amarahnya bangkit karena rasa fanatik golongan. Dia berkata tertuju kepada Saad bin Muaz: Engkau salah! Demi Allah, engkau tidak akan membunuhnya dan tidak akan mampu untuk membunuhnya! Lalu Usaid bin Hudhair saudara sepupu Saad bin Muaz, berdiri dan berkata kepada Saad bin Ubadah: Engkau salah! Demi Allah, kami pasti akan membunuhnya! Engkau adalah orang munafik yang berdebat untuk membela orang-orang munafik. Bangkitlah amarah kedua golongan yaitu Aus dan Khazraj, sehingga mereka hampir saling berbaku-hantam dan Rasulullah saw. masih berdiri di atas mimbar terus berusaha meredahkan emosi mereka mereka hingga mereka diam dan Rasulullah saw. diam. Sementara itu, aku menangis sepanjang hari, air mataku tidak berhenti mengalir dan aku pun tidak merasa nyenyak dalam tidur. Aku masih saja menangis pada malam berikutnya, air mataku tidak berhenti mengalir dan juga tidak merasa enak tidur. Kedua orang tuaku mengira bahwa tangisku itu akan membelah jantungku. Ketika kedua orang tuaku sedang duduk di sisiku yang masih menangis, datanglah seorang perempuan Ansar meminta izin menemuiku. Aku memberinya izin lalu dia pun duduk sambil menangis. Pada saat kami sedang dalam keadaan demikian, Rasulullah saw. masuk. Beliau memberi salam, lalu duduk. Beliau belum pernah duduk di dekatku sejak ada tuduhan yang bukan-bukan kepadaku, padahal sebulan telah berlalu tanpa turun wahyu kepada beliau mengenai persoalanku. Rasulullah saw. mengucap syahadat pada waktu duduk kemudian bersabda: Selanjutnya. Hai Aisyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku bermacam tuduhan tentang dirimu. Jika engkau memang bersih, Allah pasti akan membersihkan dirimu dari tuduhan-tuduhan itu. Tetapi kalau engkau memang telah berbuat dosa, maka mohonlah ampun kepada Allah dan bertobatlah kepada-Nya. Sebab, bila seorang hamba mengakui dosanya kemudian bertobat, tentu Allah akan menerima tobatnya. Ketika Rasulullah saw. selesai berbicara, air mataku pun habis sehingga aku tidak merasakan satu tetespun terjatuh. Lalu aku berkata kepada ayahku: Jawablah untukku kepada Rasulullah saw. mengenai apa yang beliau katakan. Ayahku menyahut: Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah saw. Kemudian aku berkata kepada ibuku: Jawablah untukku kepada Rasulullah saw.! Ibuku juga berkata: Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan kepada Rasulullah saw. Maka aku pun berkata: Aku adalah seorang perempuan yang masih muda belia. Aku tidak banyak membaca Alquran. Demi Allah, aku tahu bahwa kalian telah mendengar semua ini, hingga masuk ke hati kalian, bahkan kalian mempercayainya. Jika aku katakan kepada kalian, bahwa aku bersih dan Allah pun tahu bahwa aku bersih, mungkin kalian tidak juga mempercayaiku. Dan jika aku mengakui hal itu di hadapan kalian, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku bersih, tentu kalian akan mempercayaiku. Demi Allah, aku tidak menemukan perumpamaan yang tepat bagiku dan bagi kalian, kecuali sebagaimana dikatakan ayah Nabi Yusuf: Kesabaran yang baik itulah kesabaranku. Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan. Kemudian aku pindah dan berbaring di tempat tidurku. Demi Allah, pada saat itu aku yakin diriku bersih dan Allah akan menunjukkan kebersihanku. Tetapi, sungguh aku tidak berharap akan diturunkan wahyu tentang persoalanku. Aku kira persoalanku terlalu remeh untuk dibicarakan Allah Taala dengan wahyu yang diturunkan. Namun, aku berharap Rasulullah saw. akan bermimpi bahwa Allah membersihkan diriku dari fitnah itu. Rasulullah saw. belum lagi meninggalkan tempat duduknya dan tak seorang pun dari isi rumah ada yang keluar, ketika Allah Taala menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya. Tampak Rasulullah saw. merasa kepayahan seperti biasanya bila beliau menerima wahyu, hingga bertetesan keringat beliau bagaikan mutiara di musim dingin, karena beratnya firman yang diturunkan kepada beliau. Ketika keadaan yang demikian telah hilang dari Rasulullah saw. (wahyu telah selesai turun), maka sambil tertawa perkataan yang pertama kali beliau ucapkan adalah: Bergembiralah, wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membersihkan dirimu dari tuduhan. Lalu ibuku berkata kepadaku: Bangunlah! Sambutlah beliau! Aku menjawab: Demi Allah, aku tidak akan bangun menyambut beliau. Aku hanya akan memuji syukur kepada Allah. Dialah yang telah menurunkan ayat Alquran yang menyatakan kebersihanku. Allah Taala menurunkan ayat: Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golonganmu juga, dan sepuluh ayat berikutnya. Allah menurunkan ayat-ayat tersebut yang menyatakan kebersihanku. Abu Bakar yang semula selalu memberikan nafkah kepada Misthah karena kekerabatan dan kemiskinannya, pada saat itu mengatakan: Demi Allah, aku tidak akan lagi memberikan nafkah kepadanya sedikitpun selamanya, sesudah apa yang dia katakan terhadap Aisyah. Sebagai teguran atas ucapan itu, Allah menurunkan ayat selanjutnya ayat: Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian, bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabat mereka, orang-orang miskin sampai pada firman-Nya: Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah mengampuni kalian. (Hibban bin Musa berkata: Abdullah bin Mubarak berkata: Ini adalah ayat yang paling aku harapkan dalam Kitab Allah). Maka berkatalah Abu Bakar: Demi Allah, tentu saja aku sangat menginginkan ampunan Allah. Selanjutnya dia (Abu Bakar) kembali memberikan nafkah kepada Misthah seperti sediakala dan berkata: Aku tidak akan berhenti memberikannya nafkah untuk selamanya. Aisyah meneruskan: Rasulullah saw. pernah bertanya kepada Zainab binti Jahsy, istri Nabi saw. tentang persoalanku: Apa yang kamu ketahui? Atau apa pendapatmu? Zainab menjawab: Wahai Rasulullah, aku selalu menjaga pendengaran dan penglihatanku (dari hal-hal yang tidak layak). Demi Allah, yang kuketahui hanyalah kebaikan. Aisyah berkata: Padahal dialah yang menyaingi kecantikanku dari antara para istri Nabi saw. Allah menganugerahinya dengan sikap warak (menjauhkan diri dari maksiat dan perkara meragukan) lalu mulailah saudara perempuannya, yaitu Hamnah binti Jahsy, membelanya dengan rasa fanatik (yakni ikut menyebarkan apa yang dikatakan oleh pembuat cerita bohong). Maka celakalah ia bersama orang-orang yang celaka



Hadis riwayat Ubay bin Kaab ra.:
Dari Said bin Jubair ia berkata: Aku pernah berkata kepada Ibnu Abbas ra. bahwa Naufan Al-Bukali beranggapan bahwa Musa as. nabi Bani Israel adalah bukan Musa yang menjadi sahabat Khidhir. Ibnu Abbas berkata: Musuh Allah adalah pembohong. Aku pernah mendengar Ubay bin Kaab ra. berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Musa as. pernah berdiri berpidato di tengah-tengah Bani Israel. Dia (Musa) lalu ditanya: Siapakah manusia yang paling berilmu? Dia jawab: Akulah orang yang paling berilmu. Allah lantas menegurnya karena dia tidak mengembalikan ilmu kepada Allah. Allah lalu memberi wahyu kepadanya bahwa salah seorang hamba-Ku yang menetap di tempat pertemuan dua lautan adalah lebih berilmu daripada kamu. Selanjutnya Musa bertanya: Wahai Tuhanku, bagaimana aku dapat bertemu dengannya? Dikatakan kepadanya: Bawalah seekor ikan dalam sebuah keranjang. Di mana saja kamu kehilangan ikan tersebut, maka di situlah dia berada. Kemudian Musa pun berangkat bersama muridnya bernama Yusya` bin Nun. Musa as. membawa ikan tersebut dalam sebuah keranjang. Dia dan muridnya berangkat dengan berjalan kaki sampai keduanya mencapai sebuah batu karang besar dan tidurlah Musa as. dan muridnya. Sementara ikan yang berada dalam keranjang bergerak dan keluar dari keranjang lalu jatuh ke laut. Kemudian Allah menahan ombak, sehingga menjadi seperti sebuah lengkungan buat melintas ikan tersebut. Musa as. dan muridnya terheran-heran. Mereka meneruskan sisa perjalanan pada siang dan malam hari sedangkan murid Musa as. lupa untuk memberitahukannya. Keesokan paginya Musa as. berkata kepada muridnya: Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini. Tetapi (Musa as.) tidak akan merasa letih sebelum dia sampai di tempat yang diperintahkan. Muridnya berkata: Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di sebuah batu karang tadi, aku lupa menceritakan tentang ikan itu, setanlah sebenarnya yang membuatku lupa untuk menceritakannya, ikan itu telah masuk ke laut dengan cara yang sangat aneh sekali. Selanjutnya Musa as. berkata: Kalau begitu itulah tempat yang kita cari. Keduanya lalu kembali. Keduanya mengikuti jejak mereka semula. Hingga ketika mereka tiba di batu karang tadi Musa tiba-tiba melihat seorang lelaki yang berselimut dengan sebuah pakaian dan itulah Khidhir. Musa as. mengucapkan salam kepadanya. Khidhir bertanya kepadanya: Ternyata di negerimu terdapat salam! (Musa as.) berkata: Aku adalah Musa. Khidhir bertanya: Musa Bani Israel? Dia menjawab: Ya. Khidhir berkata: Sesungguhnya kamu memiliki ilmu dari ilmu-ilmu Allah yang telah diajarkan Allah kepada kamu yang aku tidak ketahui. Sebaliknya aku juga memiliki ilmu dari ilmu-ilmu Allah yang telah diajarkan Allah kepadaku yang tidak kamu ketahui. Musa as. berkata kepada Khidhir: Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? Khidhir menjawab: Sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku. Bagaimana kamu bisa sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? Musa as. berkata: Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusanpun. Khidhir berkata kepadanya: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan tentang sesuatu apapun sampai aku sendiri yang akan menerangkannya kepadamu. Musa menjawab: Baiklah. Khidhir dan Musa as. lalu berangkat dengan berjalan kaki di tepi pantai dan lewatlah sebuah perahu di hadapan mereka berdua. Mereka bercakap-cakap dengan para penumpangnya agar mau mengangkut mereka. Karena sudah kenal dengan Khidhir, mereka lalu membawa keduanya tanpa bayaran. Khidhir beranjak ke salah satu papan perahu lalu dicabutnya. Musa as. berkata kepada Khidhir: Mereka telah membawa kita dengan cuma-cuma tetapi dengan sengaja perahu mereka kamu lobangi! Apakah kamu hendak menenggelamkan penumpangnya. Sesungguhnya kamu telah berbuat suatu kesalahan yang besar? Khidhir berkata: Bukankah aku telah berkata: Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku. Musa as. berkata: Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku. Selanjutnya mereka meninggalkan perahu tersebut. Saat mereka sedang berjalan di tepi pantai, tiba-tiba ada seorang anak remaja bermain dengan beberapa temannya. Khidhir memegang kepala anak itu lalu memenggalnya sehingga terbunuhlah ia. Musa as. berkata: Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu? Bukankah dia tidak membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar. Khidhir berkata: Bukankah sudah aku katakan kepadamu, bahwa kamu tidak akan sabar bersamaku. Perbuatan ini lebih kejam lagi daripada yang pertama. Selanjutnya Musa as. berkata: Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah kali ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku. Maka keduanya berjalan, hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhir menegakkan dinding itu. Ia berkata: Miring, Khidhir mengisyaratkan dengan tangannya dan menegakkan dinding tersebut. Musa as. berkata kepada Khidhir: Orang-orang yang kita datangi tidak mau menerima kita sebagai tamu dan tidak mau menjamu kita. Jikalau kamu mau niscaya kamu mengambil upah untuk pekerjaan itu. Khidhir berkata: Inilah perpisahan kita. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang membuat kamu tidak sabar terhadapnya. Rasulullah saw. bersabda: Semoga Allah merahmati Musa. Aku akan senang sekali kalau saja Musa as. bisa bersabar sehingga dia dapat menceritakan kepada kita tentang pengalaman mereka berdua. Rasulullah saw. bersabda: Tindakan Musa as. yang pertama memang karena lupa. Beliau bersabda: Seekor burung terbang lalu hinggap pada tepi perahu itu dan mematuk ke laut. Khidhir lalu berkata kepadanya: Ilmu kita jika dibandingkan dengan ilmu Allah adalah seperti patukan seekor burung pipit tersebut pada laut itu


Hadis riwayat Aisyah ra., istri Nabi saw. ia berkata:
Wahyu pertama yang diterima Rasulullah adalah mimpi yang benar. Setiap kali beliau bermimpi, mimpi itu datang bagaikan terangnya Subuh. Kemudian beliau sering menyendiri. Biasanya beliau menyepi di gua Hira'. Di sana, beliau beribadah beberapa malam, sebelum kembali kepada keluarganya (istrinya) dan mempersiapkan bekal untuk itu. Kemudian beliau pulang ke Khadijah, mengambil bekal lagi untuk beberapa malam. Hal itu terus beliau lakukan sampai tiba-tiba wahyu datang ketika beliau sedang berada di gua Hira'. Malaikat (Jibril as.) datang dan berkata: Bacalah. Beliau menjawab: Aku tidak dapat membaca. Rasulullah saw. bersabda: Malaikat itu menarik dan mendekapku, hingga aku merasa kepayahan. Lalu ia melepaskanku seraya berkata: Bacalah. Aku menjawab: Aku tidak dapat membaca. Dia menarik dan mendekapku lagi, hingga aku merasa kepayahan. Kemudian ia melepaskan sambil berkata: Bacalah. Aku menjawab: Aku tidak dapat membaca. Dan untuk yang ketiga kalinya ia menarik dan mendekapku sehingga aku merasa kepayahan, lalu ia melepaskanku dan berkata: Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah, yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak ia ketahui. Rasulullah saw. pulang membawa ayat tersebut dalam keadaan gemetar, hingga beliau masuk ke rumah Khadijah seraya berkata: Selimuti aku, selimuti aku! Keluarganya pun menyelimutinya, hingga gemetarnya hilang. Kemudian beliau berkata kepada Khadijah: Hai Khadijah, apa yang telah terjadi denganku? Lalu beliau menceritakan seluruh peristiwa. Beliau berkata: Aku benar-benar khawatir terhadap diriku. Khadijah menghibur beliau: Jangan begitu, bergembirahlah. Demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya. Demi Allah, sungguh engkau telah menyambung tali persaudaraan, engkau jujur dalam berkata: engkau telah memikul beban orang lain, engkau sering membantu keperluan orang tak punya, menjamu tamu dan selalu membela kebenaran. Kemudian Khadijah mengajak beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, saudara misan Khadijah. Dia adalah seorang penganut Kristen di masa Jahiliyah. Dia pandai menulis kitab berbahasa Arab dan menerjemahkan kitab Injil ke bahasa Arab, sesuai dengan kehendak Allah. Dia telah tua dan buta. Khadijah berkata kepadanya: Paman, dengarkanlah cerita keponakanmu ini (Muhammad). Waraqah bin Naufal berkata: Hai keponakanku, apa yang engkau alami? Rasulullah saw. menceritakan semua peristiwa yang beliau alami. Mendengar penuturan itu, Waraqah berkata: Ini adalah Namus (Jibril as.) yang dahulu datang kepada Musa as. Seandainya saja di saat kenabianmu aku masih muda. Oh... seandainya saja aku masih hidup pada saat engkau diusir oleh kaummu. Rasulullah saw. bertanya: Apakah mereka akan mengusirku? Waraqah menjawab: Ya, setiap orang yang datang mengemban tugas sepertimu pasti dimusuhi. Jika harimu itu sempat kualami, tentu aku akan membelamu mati-matian


Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.:
Dari Said bin Jubair, ia berkata: Penduduk Kufah berselisih mengenai ayat: Barang siapa membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, maka aku pergi menjumpai Ibnu Abbas ra. untuk menanyakan ayat ini. Ia menjawab: Ayat tersebut termasuk ayat-ayat yang terakhir diturunkan dan tidak ada satu ayat pun yang menasakhnya (membatalkan hukumnya)


Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Setiap pemilik emas atau perak yang tidak mau memenuhi haknya (tidak mau membayar zakat), pada hari kiamat pasti ia akan diratakan dengan lempengan-lempengan bagaikan api, lalu lempengan-lempengan itu dipanaskan di neraka Jahanam, kemudian lambungnya diseterika dengan lempengan itu, juga dahi dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu mendingin, akan dipanaskan kembali. Hal itu terjadi dalam sehari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun. Hal ini berlangung terus sampai selesai keputusan untuk tiap hamba. Lalu ditampakkan jalannya, ke surga atau ke neraka. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan unta? Rasulullah saw. bersabda: Begitu pula pemilik unta yang tidak mau memenuhi haknya. Di antara haknya adalah (zakat) susunya pada waktu keluar. Pada hari kiamat, pasti unta-unta itu dibiarkan di padang terbuka, sebanyak yang ada, tidak berkurang seekor anak unta pun dari unta-untanya itu. Dengan tapak kakinya, unta-unta itu akan menginjak-injak pemiliknya dan dengan mulutnya, mereka menggigit pemilik itu. Setelah unta yang pertama telah melewatinya, maka unta yang lain kembali kepadanya. Ini terjadi dalam satu hari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun, sampai selesai keputusan untuk tiap hamba, ke surga atau ke neraka. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan sapi dan kambing? Rasulullah saw. bersabda: Demikian juga pemilik sapi dan kambing yang tidak mau memenuhi hak sapi dan kambing miliknya itu. Pada hari kiamat, tentu sapi dan kambing itu akan dilepas di suatu padang yang rata, tidak kurang seekor pun. Sapi-sapi dan kambing-kambing itu tidak ada yang bengkok, pecah atau hilang tanduknya. Semuanya menanduk orang itu dengan tanduk-tanduknya dan menginjak-injak dengan tapak-kaki tapak-kakinya. Setiap lewat yang pertama, maka kembalilah yang lain. Demikian terus-menerus dalam satu hari yang sama dengan lima puluh ribu tahun, sampai selesai keputusan untuk tiap hamba, ke surga atau ke neraka. Ditanyakan: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan kuda? Beliau bersabda: Kuda itu ada tiga macam; menjadi dosa bagi seseorang, menjadi tameng bagi seseorang dan menjadi ganjaran bagi seseorang. Adapun kuda yang menjadi dosa bagi seseorang adalah kuda yang diikat dengan maksud pamer, bermegah-megahan dan memusuhi penduduk Islam, maka kuda itu bagi pemiliknya merupakan dosa. Adapun yang menjadi tameng bagi seseorang adalah kuda yang diikat pemiliknya untuk berjuang di jalan Allah, kemudian pemilik itu tidak melupakan hak Allah yang terdapat pada punggung dan leher kuda, maka kuda itu menjadi tameng bagi pemiliknya (penghalang dari api neraka). Adapun kuda yang menjadi ganjaran bagi pemiliknya adalah kuda yang diikat untuk berjuang di jalan Allah, untuk penduduk Islam pada tanah yang subur dan taman. Maka sesuatu yang dimakan oleh kuda itu pada tanah subur atau taman tersebut, pasti dicatat untuk pemiliknya sebagai kebaikan sejumlah yang telah dimakan oleh kuda dan dicatat pula untuk pemiliknya kebaikan sejumlah kotoran dan air kencingnya. Bila tali pengikat terputus, lalu kuda itu membedal, lari sekali atau dua kali, maka Allah akan mencatat untuk pemiliknya kebaikan sejumlah langkah-langkah dan kotoran-kotorannya. Dan jika pemilik kuda itu melewatkan kudanya pada sungai, kemudian kuda itu minum dari air sungai tersebut, padahal ia tidak hendak memberi minum kudanya itu, maka Allah pasti mencatat untuknya kebaikan sejumlah apa yang telah diminum kudanya. Ditanyakan: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan keledai? Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada wahyu yang diturunkan kepadaku tentang keledai kecuali satu ayat yang unik dan menyeluruh ini:


Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Ketika turun ayat: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu, kaum muslimin merasa sangat sedih sekali, lalu Rasulullah saw. bersabda: Janganlah kamu sekalian terlalu bersedih dan tetaplah berbuat kebaikan karena dalam setiap musibah yang menimpa seorang muslim terdapat penghapusan dosa bahkan dalam bencana kecil yang menimpanya atau karena sebuah duri yang menusuknya


Hadis riwayat Aisyah ra.:
Tentang firman Allah: Barang siapa yang miskin, maka ia boleh memakan (menggunakan) harta itu menurut dengan yang sepantasnya, ia berkata: Ayat ini diturunkan mengenai seorang wali yang mengurus harta anak yatim serta yang mengasuh dan mendidiknya, jika ia membutuhkan ia boleh memakan harta anak yatim itu dengan yang sewajarnya


Hadis riwayat Ubay bin Kaab ra.:
Dari Said bin Jubair ia berkata: Aku pernah berkata kepada Ibnu Abbas ra. bahwa Naufan Al-Bukali beranggapan bahwa Musa as. nabi Bani Israel adalah bukan Musa yang menjadi sahabat Khidhir. Ibnu Abbas berkata: Musuh Allah adalah pembohong. Aku pernah mendengar Ubay bin Kaab ra. berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Musa as. pernah berdiri berpidato di tengah-tengah Bani Israel. Dia (Musa) lalu ditanya: Siapakah manusia yang paling berilmu? Dia jawab: Akulah orang yang paling berilmu. Allah lantas menegurnya karena dia tidak mengembalikan ilmu kepada Allah. Allah lalu memberi wahyu kepadanya bahwa salah seorang hamba-Ku yang menetap di tempat pertemuan dua lautan adalah lebih berilmu daripada kamu. Selanjutnya Musa bertanya: Wahai Tuhanku, bagaimana aku dapat bertemu dengannya? Dikatakan kepadanya: Bawalah seekor ikan dalam sebuah keranjang. Di mana saja kamu kehilangan ikan tersebut, maka di situlah dia berada. Kemudian Musa pun berangkat bersama muridnya bernama Yusya` bin Nun. Musa as. membawa ikan tersebut dalam sebuah keranjang. Dia dan muridnya berangkat dengan berjalan kaki sampai keduanya mencapai sebuah batu karang besar dan tidurlah Musa as. dan muridnya. Sementara ikan yang berada dalam keranjang bergerak dan keluar dari keranjang lalu jatuh ke laut. Kemudian Allah menahan ombak, sehingga menjadi seperti sebuah lengkungan buat melintas ikan tersebut. Musa as. dan muridnya terheran-heran. Mereka meneruskan sisa perjalanan pada siang dan malam hari sedangkan murid Musa as. lupa untuk memberitahukannya. Keesokan paginya Musa as. berkata kepada muridnya: Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini. Tetapi (Musa as.) tidak akan merasa letih sebelum dia sampai di tempat yang diperintahkan. Muridnya berkata: Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di sebuah batu karang tadi, aku lupa menceritakan tentang ikan itu, setanlah sebenarnya yang membuatku lupa untuk menceritakannya, ikan itu telah masuk ke laut dengan cara yang sangat aneh sekali. Selanjutnya Musa as. berkata: Kalau begitu itulah tempat yang kita cari. Keduanya lalu kembali. Keduanya mengikuti jejak mereka semula. Hingga ketika mereka tiba di batu karang tadi Musa tiba-tiba melihat seorang lelaki yang berselimut dengan sebuah pakaian dan itulah Khidhir. Musa as. mengucapkan salam kepadanya. Khidhir bertanya kepadanya: Ternyata di negerimu terdapat salam! (Musa as.) berkata: Aku adalah Musa. Khidhir bertanya: Musa Bani Israel? Dia menjawab: Ya. Khidhir berkata: Sesungguhnya kamu memiliki ilmu dari ilmu-ilmu Allah yang telah diajarkan Allah kepada kamu yang aku tidak ketahui. Sebaliknya aku juga memiliki ilmu dari ilmu-ilmu Allah yang telah diajarkan Allah kepadaku yang tidak kamu ketahui. Musa as. berkata kepada Khidhir: Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? Khidhir menjawab: Sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku. Bagaimana kamu bisa sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? Musa as. berkata: Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusanpun. Khidhir berkata kepadanya: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan tentang sesuatu apapun sampai aku sendiri yang akan menerangkannya kepadamu. Musa menjawab: Baiklah. Khidhir dan Musa as. lalu berangkat dengan berjalan kaki di tepi pantai dan lewatlah sebuah perahu di hadapan mereka berdua. Mereka bercakap-cakap dengan para penumpangnya agar mau mengangkut mereka. Karena sudah kenal dengan Khidhir, mereka lalu membawa keduanya tanpa bayaran. Khidhir beranjak ke salah satu papan perahu lalu dicabutnya. Musa as. berkata kepada Khidhir: Mereka telah membawa kita dengan cuma-cuma tetapi dengan sengaja perahu mereka kamu lobangi! Apakah kamu hendak menenggelamkan penumpangnya. Sesungguhnya kamu telah berbuat suatu kesalahan yang besar? Khidhir berkata: Bukankah aku telah berkata: Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku. Musa as. berkata: Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku. Selanjutnya mereka meninggalkan perahu tersebut. Saat mereka sedang berjalan di tepi pantai, tiba-tiba ada seorang anak remaja bermain dengan beberapa temannya. Khidhir memegang kepala anak itu lalu memenggalnya sehingga terbunuhlah ia. Musa as. berkata: Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu? Bukankah dia tidak membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar. Khidhir berkata: Bukankah sudah aku katakan kepadamu, bahwa kamu tidak akan sabar bersamaku. Perbuatan ini lebih kejam lagi daripada yang pertama. Selanjutnya Musa as. berkata: Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah kali ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku. Maka keduanya berjalan, hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhir menegakkan dinding itu. Ia berkata: Miring, Khidhir mengisyaratkan dengan tangannya dan menegakkan dinding tersebut. Musa as. berkata kepada Khidhir: Orang-orang yang kita datangi tidak mau menerima kita sebagai tamu dan tidak mau menjamu kita. Jikalau kamu mau niscaya kamu mengambil upah untuk pekerjaan itu. Khidhir berkata: Inilah perpisahan kita. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang membuat kamu tidak sabar terhadapnya. Rasulullah saw. bersabda: Semoga Allah merahmati Musa. Aku akan senang sekali kalau saja Musa as. bisa bersabar sehingga dia dapat menceritakan kepada kita tentang pengalaman mereka berdua. Rasulullah saw. bersabda: Tindakan Musa as. yang pertama memang karena lupa. Beliau bersabda: Seekor burung terbang lalu hinggap pada tepi perahu itu dan mematuk ke laut. Khidhir lalu berkata kepadanya: Ilmu kita jika dibandingkan dengan ilmu Allah adalah seperti patukan seekor burung pipit tersebut pada laut itu


Hadis riwayat Zaid bin Arqam ra., ia berkata:
Kami pernah berbicara dalam salat. Seseorang berbicara dengan teman yang ada di sampingnya dalam salat. Hingga ketika turun ayat: Berdirilah untuk Allah "dalam salatmu" dengan khusyuk. Kami diperintahkan diam dan dilarang berbicara



Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra.:
Bahwa Pada hari Jumat, ketika Nabi saw. sedang berdiri menyampaikan khutbah, tiba-tiba datang kafilah dari Syam. Kaum muslimin yang saat itu sedang mendengarkan khutbah Nabi berhambur keluar menuju kafilah tersebut, sehingga hanya dua belas orang yang tetap (berada dalam mesjid). Lalu turunlah ayat yang terdapat dalam surat Al-Jumu`ah ini: Bila mereka melihat perdagangan "bisnis" atau permainan, mereka bubar demi hal tersebut, meninggalkanmu yang sedang berdiri "berkhutbah"


Hadis riwayat Ubay bin Kaab ra.:
Dari Said bin Jubair ia berkata: Aku pernah berkata kepada Ibnu Abbas ra. bahwa Naufan Al-Bukali beranggapan bahwa Musa as. nabi Bani Israel adalah bukan Musa yang menjadi sahabat Khidhir. Ibnu Abbas berkata: Musuh Allah adalah pembohong. Aku pernah mendengar Ubay bin Kaab ra. berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Musa as. pernah berdiri berpidato di tengah-tengah Bani Israel. Dia (Musa) lalu ditanya: Siapakah manusia yang paling berilmu? Dia jawab: Akulah orang yang paling berilmu. Allah lantas menegurnya karena dia tidak mengembalikan ilmu kepada Allah. Allah lalu memberi wahyu kepadanya bahwa salah seorang hamba-Ku yang menetap di tempat pertemuan dua lautan adalah lebih berilmu daripada kamu. Selanjutnya Musa bertanya: Wahai Tuhanku, bagaimana aku dapat bertemu dengannya? Dikatakan kepadanya: Bawalah seekor ikan dalam sebuah keranjang. Di mana saja kamu kehilangan ikan tersebut, maka di situlah dia berada. Kemudian Musa pun berangkat bersama muridnya bernama Yusya` bin Nun. Musa as. membawa ikan tersebut dalam sebuah keranjang. Dia dan muridnya berangkat dengan berjalan kaki sampai keduanya mencapai sebuah batu karang besar dan tidurlah Musa as. dan muridnya. Sementara ikan yang berada dalam keranjang bergerak dan keluar dari keranjang lalu jatuh ke laut. Kemudian Allah menahan ombak, sehingga menjadi seperti sebuah lengkungan buat melintas ikan tersebut. Musa as. dan muridnya terheran-heran. Mereka meneruskan sisa perjalanan pada siang dan malam hari sedangkan murid Musa as. lupa untuk memberitahukannya. Keesokan paginya Musa as. berkata kepada muridnya: Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini. Tetapi (Musa as.) tidak akan merasa letih sebelum dia sampai di tempat yang diperintahkan. Muridnya berkata: Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di sebuah batu karang tadi, aku lupa menceritakan tentang ikan itu, setanlah sebenarnya yang membuatku lupa untuk menceritakannya, ikan itu telah masuk ke laut dengan cara yang sangat aneh sekali. Selanjutnya Musa as. berkata: Kalau begitu itulah tempat yang kita cari. Keduanya lalu kembali. Keduanya mengikuti jejak mereka semula. Hingga ketika mereka tiba di batu karang tadi Musa tiba-tiba melihat seorang lelaki yang berselimut dengan sebuah pakaian dan itulah Khidhir. Musa as. mengucapkan salam kepadanya. Khidhir bertanya kepadanya: Ternyata di negerimu terdapat salam! (Musa as.) berkata: Aku adalah Musa. Khidhir bertanya: Musa Bani Israel? Dia menjawab: Ya. Khidhir berkata: Sesungguhnya kamu memiliki ilmu dari ilmu-ilmu Allah yang telah diajarkan Allah kepada kamu yang aku tidak ketahui. Sebaliknya aku juga memiliki ilmu dari ilmu-ilmu Allah yang telah diajarkan Allah kepadaku yang tidak kamu ketahui. Musa as. berkata kepada Khidhir: Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? Khidhir menjawab: Sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku. Bagaimana kamu bisa sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? Musa as. berkata: Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusanpun. Khidhir berkata kepadanya: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan tentang sesuatu apapun sampai aku sendiri yang akan menerangkannya kepadamu. Musa menjawab: Baiklah. Khidhir dan Musa as. lalu berangkat dengan berjalan kaki di tepi pantai dan lewatlah sebuah perahu di hadapan mereka berdua. Mereka bercakap-cakap dengan para penumpangnya agar mau mengangkut mereka. Karena sudah kenal dengan Khidhir, mereka lalu membawa keduanya tanpa bayaran. Khidhir beranjak ke salah satu papan perahu lalu dicabutnya. Musa as. berkata kepada Khidhir: Mereka telah membawa kita dengan cuma-cuma tetapi dengan sengaja perahu mereka kamu lobangi! Apakah kamu hendak menenggelamkan penumpangnya. Sesungguhnya kamu telah berbuat suatu kesalahan yang besar? Khidhir berkata: Bukankah aku telah berkata: Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku. Musa as. berkata: Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku. Selanjutnya mereka meninggalkan perahu tersebut. Saat mereka sedang berjalan di tepi pantai, tiba-tiba ada seorang anak remaja bermain dengan beberapa temannya. Khidhir memegang kepala anak itu lalu memenggalnya sehingga terbunuhlah ia. Musa as. berkata: Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu? Bukankah dia tidak membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar. Khidhir berkata: Bukankah sudah aku katakan kepadamu, bahwa kamu tidak akan sabar bersamaku. Perbuatan ini lebih kejam lagi daripada yang pertama. Selanjutnya Musa as. berkata: Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah kali ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku. Maka keduanya berjalan, hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhir menegakkan dinding itu. Ia berkata: Miring, Khidhir mengisyaratkan dengan tangannya dan menegakkan dinding tersebut. Musa as. berkata kepada Khidhir: Orang-orang yang kita datangi tidak mau menerima kita sebagai tamu dan tidak mau menjamu kita. Jikalau kamu mau niscaya kamu mengambil upah untuk pekerjaan itu. Khidhir berkata: Inilah perpisahan kita. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang membuat kamu tidak sabar terhadapnya. Rasulullah saw. bersabda: Semoga Allah merahmati Musa. Aku akan senang sekali kalau saja Musa as. bisa bersabar sehingga dia dapat menceritakan kepada kita tentang pengalaman mereka berdua. Rasulullah saw. bersabda: Tindakan Musa as. yang pertama memang karena lupa. Beliau bersabda: Seekor burung terbang lalu hinggap pada tepi perahu itu dan mematuk ke laut. Khidhir lalu berkata kepadanya: Ilmu kita jika dibandingkan dengan ilmu Allah adalah seperti patukan seekor burung pipit tersebut pada laut itu


Hadis riwayat Barra' ra., ia berkata:
Dahulu, Jika orang-orang Ansar menunaikan haji, lalu mereka kembali (ke rumah mereka), mereka memasuki rumah mereka melalui pintu belakang. Kemudian seorang Ansar memasuki rumahnya melalui pintu depan, lalu hal itu dipertanyakan kepadanya, maka turunlah ayat: Bukanlah merupakan kebaktian memasuki rumah-rumah dari belakangnya


Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.:
Tentang firman Allah Taala: Dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam salatmu dan jangan pula memelankannya. Ia berkata ayat ini turun ketika Rasulullah saw. sedang bersembunyi di Mekah. Ketika beliau salat bersama para sahabat, beliau mengeraskan suaranya dalam membaca Alquran. Orang-orang musyrik yang mendengarnya menjelek-jelekan Alquran, Allah yang menurunkannya dan Nabi yang membawanya. Maka Allah Taala berfirman: Janganlah engkau mengeraskan suaramu di dalam salatmu, sehingga orang-orang musyrik mendengar bacaanmu: Dan janganlah engkau memelankannya sehingga sahabatmu tidak mendengarnya. Carilah cara di antara kedua hal itu. Akhirnya beliau membaca antara keras dan pelan


Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Abu Jahal berkata: Ya Allah, sekiranya Alquran ini benar datang dari sisi-Mu, maka turunkanlah hujan batu dari langit atau timpakan kepada kami siksa yang pedih. Lalu turunlah ayat: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidak pula Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun. Kenapa Allah tidak mengazab mereka, padahal mereka menghalangi orang untuk mendatangi Masjidilharam, sampai akhir ayat





Tidak ada komentar: